CASE AKUNTANSI INTERNASIONAL (SOFTSKILL-4)

Waste Management, Inc

Sejarah Singkat

Waste management, Inc (WMI) didirikan oleh dua sepupu Dean Buntrock dan Wayne Huizenga pada tahun 1968, perusahaan yang bermarkas di City Tower Pertama di Houston, Texas. Perusahaan bergerak dalam industri pembuangan limbah dan perusahaan jasa lingkungan di AS. Waste menjadi perusahaan manajemen limbah terbesar di AS. Namun, Wayne Huizenga meninggalkan WMI pada tahun 1984 untuk mendirikan kerajaan blockbuster.

Bisnis inti dari Waste Management untuk manajemen sampah di Amerika Utara terdiri dari proses-proses penting sebagai berikut, yaitu mengumpulkan (collection), memindahkan (transfer) & membuang (disposal).

Dalam pemilikan Buntrock sebagai CEO, perusahaan tersebut ‘go public’ pada tahun 1971, dan kemudian berkembang selama tahun 1970an dan 1980an melalui beberapa tambahan atau akusisi dari perusahaan angkutan sampah lokal dan pengurus-pengurus landfill. Bahkan pada suatu saat perusahaan mampu melakukan hampir dari 200 akusisi selama setahun. Dari 1971 sampai dengan 1991, perusahaan menikmati rata-rata pertumbuhan pendapatan sebesar 36% per tahun dan pertumbuhan laba bersih sebesar 36% per tahun.

Kronologis Kasus

  • Pada 1991, Waste Management menjadi bisnis pembersih sampah terbesar di dunia, dengan pendapatan lebih dari $7.5 milyar. Meskipun terjadi resesi, Buntrock dan eksekutif lainnya di Waste Management menetapkan tujuan/sasaran pertumbuhan yang agresif.
  • Pada 1992 misalnya, perusahaan meramalkan pertumbuhan sebesar 26.1% untuk pendapatan & 16.5 % untuk laba bersih berturut-turut selama 1991.
  • Pada tahun 1992, auditor di Andersen menemukan bukti yang menunjukkan bahwa klien mereka salah saji pada pajak, asuransi, dan biaya yang ditangguhkan sebesar $93.5 juta, tetapi WMI menolak untuk menyajikan kembali laporan keuangan untuk memperbaiki kesalahan.
  • Pada tahun 1993, auditor mendokumentasikan salah saji lain sebesar $128 juta yang akan mengurangi pendapatan dari operasi yang dilanjutkan sebesar 12 persen. Meskipun demikian, Andersen menyimpulkan bahwa salah saji tersebut tidak material untuk mengharuskan pengungkapan.
  • Pada 1996, Dean Buntrock pensiun sebagai CEO, tapi melanjutkan untuk karirnya sebagai ketua dari Dewan Direksi.
  • Pada tahun 1997 ketika CEO baru perusahaan, Ronald T. Lemay,berhenti setelah tiga bulan menjabat.

Analis menyimpulkan bahwa CEO berhenti karena mungkin telah menemukan masalah akuntansi. Meskipun demikian, Lemay telah memulai penyelidikan atas manipulasi akuntansi yang kemudian menjadi titik awal untuk mengetahui perlunya penyajian kembali laporan keuangan periode 1992-1997 yang diperlukan untuk mengoreksi berbagai penggelembungan angka dan juga menjadi titik awal untuk investigasi SEC.

  • SEC mulai memeriksa buku WMI pada bulan November 1997, ketika perusahaan mengumumkan bahwa perubahan dalam metode akuntansi akan berakibat pada hilangnya $1.2 milyar dan mengurangi laba ditahan yang dilaporkan sebesar $1 miliar yang tercatat selama lima tahun sebelumnya.
  • Skema terurai pada pertengahan tahun 1997, setelah CEO baru memerintahkan untuk meninjau praktik akuntansi perusahaan.
  • Pada 1992-1997, CEO yang lama memanipulasi laporan keuangan untuk mencapai target laba. WMI terus terlibat dalam $ 1,4 miliar pada penipuan laporan keuangan .
  • Pada tahun 1998, WMI menyajikan kembali laporan keuangan perode 1992-1997.

Dalam penyajian kembali, melalui tiga kuartal pertama, perusahaan mengakui secara material telah menggelembungkan laba sebelum pajak sekitar $1.7 milyar dan mengecilkan elemen tertentu dari beban pajaknya sebesar $190juta. WMI mengakui bahwa secara keseluruhan perusahaan telah menggelembungkan laba bersih setelah pajak sebesar lebih dari $1 miliar.

  • Setelah pengumuman tersebut, saham perusahaan turun hingga lebihdari 30% dan pemegang saham rugi hingga $6 milyar dollar.
  • SEC menuduh Dean Buntrock, pendiri perusahaan, dan 5 pejabat top lainnya melakukan penipuan ini. Tuduhan tersebut menduga bahwa manajemen telah berulang kali merubah penilaian biaya depresiasi untuk mengurangi jumlah biaya dan telah melakukan praktik akuntansi yang tidak layak berhubungan dengan kebijakan-kebijakan kapitalisasi, juga merencanakan pengurangan biaya-biaya.
  • SEC juga menuduh Arthur Andersen, sebagai auditor Waste Management, yang diduga keras mengetahui atau secara sembarangan mengeluarkan laporan audit yang secara material salah dan menyesatkan untuk periode 1993 sampai dengan 1996.
  • Andersen menyelesaikan masalah kepada SEC dengan membayar denda, terbesar dalam sanksi perdata, sebesar $7 juta, tanpa pernyataan mengakui atau menyangkal. Dan juga, mitra-mitra utamanya didenda dan dilarang berpraktik oleh SEC.
  • Untuk menyelesaikan tuntutan class actiondengan pemegang saham yang marah, WMI membayar denda sebesar $677 juta dengan kontribusi dari Arthur Andersen sebesar $95 juta.
  • Tim manajemen puncak di WMI, termasuk chief financial officer dan petugas akuntansi kepala, dipaksa untuk mengundurkan diri.
  • Sebuah perjanjian penyelesaian diajukan dalam gugatan tertunda di pengadilan federal Boston.

Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Skandal Waste Managemnt Inc.

  • Pendiri, Chairman dan CEO: Dean L. Buntrock
  • Manajemen Puncak WMI (Eksekutif)
  • CFO: Philip B. Rooney
  • Chief Financial Officer (CFO): James E. Koenig
  • Chief Accounting Officer: Thomas C. Hau
  • Herbert Getz
  • Auditor: Arthur Andersen Company

Penyebab Terjadinya Skandal Waste Mangement Inc.

  • Tindakan ini menyangkut penipuan keuangan besar yang dimotivasi oleh keserakahan dan keinginan untuk mempertahankan status profesional dan sosial. Waste Management Inc. menyembunyikan kerugian, overstatement pendapatan, biaya tersembunyi selama lima tahun, menyebabkan salah saji dalam laporan keuangan audit yang diterbitkan. WMI secara curang memanipulasi hasil keuangan perusahaan untuk memenuhi target laba yang telah ditentukan dengan secara tidak tepat menghilangkan dan menunda beban periode berjalan untuk melakukan banyak praktik akuntansi yang tidak benar untuk mencapai tujuan ini. Mereka melakukan banyak praktik akuntansi yang tidak benar untuk mencapai tujuan mereka. Diantaranya adalah:
  1. Menghindari beban penyusutan truk sampah mereka dengan menetapkan nilai sisa yang tidak mendukung dan meningkat sisanya, serta memperpanjang masa manfaat.
  2. Menetapkan nilai sisa dengan sewenang-wenang pada aset lain yang sebelumnya tidak memiliki nilai sisa.
  3. Gagal untuk mencatat beban penurunan nilai dari tempat pembungan sampah karena mereka telah dipenuhi dengan sampah.
  4. Menolak untuk mencatat beban yang diperlukan untuk menghapus biaya akibat ketidaksuksesan dan pengabaian proyek pengembangan tempat pembungan sampahnya.
  5. Membentuk cadangan lingkungan yang meningkat sehubungan dengan akuisisi sehingga kelebihan cadangan dapat digunakan untuk menghindari pencatatan beban usaha yang tidak terkait.
  6. Mengkapitalisasi berbagai biaya secara tidak benar.
  7. Gagal untuk membentuk cadangan yang cukup untuk membayar pajak penghasilan dan biaya-biaya lainnya.
  • Untuk mengecilkan biaya/pengurangan dan menggelembungkan laba manajemen menggunakan “top-level adjustment” untuk dapat mencapai target laba yang ditentukan.
  • Buntrock dan mitra lainnya melakukan kecurangan sekuritas, pengajuan laporan berkala yang palsu, pemalsuan buku-buku dan catatan, serta kebohongan kepada auditor untuk mendapatkan keuntungan yang besar dan memperkaya diri sendiri. Para pelaku motivasi didorong oleh keserakahan dan terlibat memperkaya diri, diawetkan posisi perusahaan mereka dan status dalam komunitas bisnis dan sosial. Dan juga tambahan termasuk bonus, saham pilihan, dan tunjangan pensiun yang didasarkan pada kinerja perusahaan.

Kasus Waste dilihat dari sudut pandang IFAC

IFAC atau International Federation of Accountants mempunyai tugas untuk membuat standar internasional pada etika, auditing dan assurance, pendidikan akunting, dan akuntansi sector public. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang auditor dalam menjalankan tugasnya adalah dengan memahami  IFAC’s International Ethics Standards Board for Accountants (IESBA). Dimana ketika terjadi perbedaan spesifkasi maka anggota harus patuh terhadap standar yang lebih ketat yang  berlaku.

Kerangka dasar Kode etik IFAC adalah sebagai berikut:

  • Ciri yang membedakan profesi akuntan, yaitu kesadaran bahwa kewajiban akuntan yaituuntuk melayani kepentingan publik.
  • Melayani kepentingan publik dalam arti luas. Pengertian “publik” bagi akuntan terdiri dari atas klien, manajemen  (atasan), kreditur, investor, pemerintah, karyawan, masyarakat bisnis, dan keuangan, media masa, para pemerhati bisnis dan ekonomi, para aktivis, dan sebagainya.
  • Tujuan dari profesi akuntan adalah memenuhi harapan profesionalisme, kinerja, dan kepentingan publik.
  • Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan empat kebutuhan dasar, yaitu kredibilitas, profesionalisme, kualitas jasa tertinggi, dan kerahasiaan.
  • Prinsip-prinsip perilaku fundamental, yang terdiri atas: integritas, objektivitas, kompetensi profesional dan kehati-hatian, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis.
  • Namun, prinsip-prinsip fundamental pada butir (5) hanya dapat diterapkan jika akuntan mempunyaisikap independen, baik independen dalam pikiran (independence in mind) maupun independen dalam penampilan (independence in appearance).

Dalam kasus Waste dengan dilihat dari sudut pandang IFAC yang merupakan standar internasional pada etika yang dibuat untuk dipatuhi pada kasus Waste kenyataannya terbalik dengan aturan yang ditetapkan. Auditor yang mengaudit Waste Management, yaitu Arthur Andersen telah melakukan pelanggaran terhadap kelima kerangka dasar IFAC. Arthur Andersen tidak mementingkan kepentingan publik dan hanya mementingkan pribadi dan juga kliennya. Ia juga tidak memiliki sikap profesional dan independen dalam menjalankan tugas auditnya demi mendapatkan keuntungan lebih dari sang klien. Peraturan yang seharusnya dipahami, dimengerti dan dijalankan ini, tidak dianggap oleh Andersen dalam menjalankan tugasnya mengaudit Waste Management Inc.

Prinsip-prinsip Fundamental Etika IFAC

Seorang akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya. Dalam kasus Waste Management Inc, akuntan yang ada di perusahaan tidak secara jujur dan tegas dalam mengungkapkan keadaan keuangan WMI yang sebenarnya. Serta ikut berpartisipasi dalam melakukan penipuan atau manipulasi laporan keuangan.

Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh membiarkan terjadinya bias, konflik kepentingan, atau dibawah pengaruh orang lain sehingga mengesampingkan pertimbangan bisnis dan profesional. Auditor eksternal di Waste Management berada di bawah pengaruh para eksekutif WMI, yang banyak melakukan manupulasi terhadap laporan keuangan perusahaan.

  • Kompetensi profesional dan kehati-hatian.

Seorang akuntan profesional mempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk menjamin seorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten yang didasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini. Seorang akuntan profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar profesional dan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa profesional. Akuntan WMI secara sengaja memberikan opini wajar tanpa pengecualian terhadap laporan keuangan yang salah saji secara demi kepentingan kliennya.

Seorang akuntan profesional harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis serta tidak boleh mengungkapkan informasi apapun kepada pihak ketiga tanpa izin yang benar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya.

  • Perilaku Profesional.

Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Akuntan WMI jelas telah melanggar hukum yang berlaku dengan melakukan penipuan laporan keuangan yang menyebabkan banyak kerugian terjadi dan hanya menguntungkan diri sendiri dan kliennya saja.

Dampak dan Keberlanjutan Skandal Waste Management Inc.

Skandal Waste Management Inc. merupakan perusahaan yang melakukan penyajian kembali terbesar dalam sejarah perusahaan.SEC telah mengeluarkan aturan dalam melaksanakan ketentuan SOX dalam pengadaan pembatasan pada jasa konsultasi yang dapat ditawarkan untuk mengaudit pada klien. Arthur Andersen menyediakan hampir semua penelitian yang diperlukan untuk penulis dari Sarbanes Oxley Act, dan kasus Waste Management Inc adalah salah satu contoh terbaik dari mengapa SOX sangat spesifik tentang independensi auditor.

Untuk menyelesaikan tuntutan class action dengan pemegang saham yang marah, WMI membayar denda sebesar $677 juta dengan kontribusi dari Arthur Andersen sebesar $95 juta. Dan, Andersen menyelesaikan masalah kepada SEC dengan membayar denda, terbesar dalam sanksi perdata, sebesar $7 juta, tanpa pernyataan mengakui atau menyangkal. Dan juga, mitra-mitra utamanya didenda dan dilarang berpraktik oleh SEC. Andersen membayar rekor denda $7 juta, yang merupakan terbesar yang pernah ada hukuman perdata terhadap perusahaan akuntansi Big Five pada saat itu.

Waste Management Inc. Sekarang

Waste Management Inc. bangga dengankinerja keuangan yang kuat dan juga daftar beberapa penghargaan yang telah dimenangkan oleh perusahaan lebih dari empat tahun terakhir, 74 penghargaan tepatnya. Dan juga, dikhususkan untuk etika kebijakan perusahaan dan komitmennya untuk etika di semua tingkatan. Dilihat dalam bagian etika dari situs web Waste Management Inc. ditemukan tiga tujuan utama, yaitu: menciptakan sebuah lingkungan di mana setiap karyawan tahu apa yang etis, dan apa yang diharapkan, pelatihan untuk memastikan semua orang memahami standar etika perusahaan, dan mungkin yang paling penting bagian tentang rahasia peluit bertiup (wm.com 2010).

Perusahaan telah sangat berhasil dalam meraih keberhasilan dan kesuksesan. Hal ini terus meningkatkan harga per saham perusahaan, meningkatkan dividen untuk pemegang saham, dan juga perusahaan memiliki program etika suara dan pengendalian internal yang baik. Tapi, Waste Management Inc tidak sama dengan Waste Management Inc. pada terjadinya kasus tahun 1998 dan itu adalah waktu yang berbeda.

Jaringan perusahaan mencakup operasi 367 koleksi, 355 stasiun mentransfer, 273 tempat pembuangan TPA aktif, 16 limbah-ke-energi tanaman, 134 tanaman daur ulang, 111 menguntungkan digunakan proyek gas TPA dan enam pabrik produksi listrik swasta. WMI menawarkan jasa lingkungan menjadi hampir 27 juta perumahan, industri, kota dan pelanggan komersial di Amerika Serikat, Kanada, dan Puerto Rico. Dengan 21.000 pengumpulan dan pemindahan kendaraan, perusahaan memiliki armada truk terbesar di industri limbah. Bersama dengan pesaing Republic Services, Inc, dua menangani lebih dari setengah dari semua pengumpulan sampah di Amerika Serikat.

Saran

Dijalankannya pengendalian internal yang baik dalam perusahaan agar dapat efektif dan efisien dalam mencegah, mendeteksi, dan memperbaiki penipuan laporan keuangan. Pemerintah harus memiliki pengukuran tata kelola perusahaan yang kuat dan perbandingan dengan keuntungan. Memaksakan peraturan ketat pada direktur independen, direktur eksekutif dan auditor. Waste Management Inc. harus menerapkan prinsip-prinsip standar akuntansi yang berlaku sebagai bentuk pertanggung jawaban etis.

Para auditor eksternal yang dipekerjakan untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan haruslah independen dan tidak berpihak pada klien atau mendapat tekanan dari pihak manapun agar dapat menghasilkan laporan audit yang andal. Serta harus melakukan rotasi auditor jika klien selalu menggunakan jasa audit dari kantor akuntan publik yang sama agar tidak terjadinya hal seperti di Waste Management Inc. sehingga akuntan public bisa bergantian setiap tahunnya.

 

 

By lubnafairuz

PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan (SOFTSKILL-3)

PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan

 

  1. Latar Belakang Perubahan
  • Perbaikan dengan penggunaan istilah yang lebih tepat
  • Pengaruh perkembangan PSAK lain yang belum dikeluarkan tahun 2009
  • Mengikuti perubahan terakhir IAS 1 tahun 2010 : pemisahaan penghasilan komprehensif lain dan penyajian informasi komparatif.
  • Sinkronisasi dengan IAS : format
  • Pendekatan penyajian standar dengan revisi – tidak menyajikan ulang semua standar.
  • Efektif berlaku 1 Januari 2015, tidak ada penerapan dini.
  • Terdapat perbedaan IAS 1 dengan PSAK 1

 

Untitled1.jpg

Perbedaan PSAK 1 dengan IAS 1

  • Ruang lingkup – tidak berlaku untuk entitas Syariah (par 2)
  • Menghilangkan kemungkinan penggunaak untuk entitas sektor publik (par 5)
  • Tambahan aturan regulator pasar modal sbagai suatu acuan untuk entitas yang berada di bawah pengawasanya dalam definisi SAK (par 7)
  • Menghilangkan kalimat memperkenankan entitas menggunakan judul lain untuk komponen laporan keuangan – untuk keseragaman (par 10)
  • Tanggung jawab laporan keuangan – karena peraturan hanya mengatur untuk sebagian entitas.
  • Perbedaan fomart, aset tetap setelah aset lancar dan ekuitas setelah liabilitas
  • Penyimpangan dari SAK tidak diadopsi karena tidak sesuai konteks Indonesia
  • Aset biolojik
  • Tanggal efektif, ketentuan transisi dan penarikan IAS 1 2003.

 

  1. Tujuan dan Ruang Lingkup
  • Tujuan

Dasar-dasar bagi penyajian laporan keuangan bertujuan umum (general purpose financial statements) agar dapat dibandingkan dengan periode sebelumnya dan entitas lain.

Pernyataan ini mengatur:

  • persyaratan bagi penyajian laporan keuangan
  • struktur laporan keuangan
  • persyaratan minimum
  • isi laporan keuangan.
  • Ruang Lingkup
  • Entitas menerapkan Pernyataan ini dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan bertujuan umum sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan.
  • Pernyataan ini tidak berlaku bagi penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas syariah.

 

  1. Laporan Keuangan

Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas.

Tujuan Laporan Keuangan :

  • Laporan keuangan menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
  • Laporan keuangan menyajikan informasi :
    • aset;
    • liabilitas;
    • ekuitas;
    • pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian;
    • kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik;dan
    • arus kas.

Komponen Laporan Keuangan :

  1. laporan posisi keuangan (neraca) pada akhir periode;
  2. laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain selama periode;
  3. laporan perubahan ekuitas selama periode;
  4. laporan arus kas selama periode;
  5. catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lain; dan

ea informasi komparatif untuk mematuhi periode sebelumnya sebagaimana ditentukan dalam paragraf 38 dan 38A

  1. laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif sebelumnya yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya sesuai dengan paragraf 40A-40D

 

  1. Struktur dan Isi
  • Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
  • Perubahan definisi seperti Kewajiban menjadi Liabilitas dan hak minoritas menjadi kepentingan nonpengendali (non-controlling interest)
  • Penyajan kepentingan non pengendali sebagai bagian ekuitas dan bagian laba bukan sebagai pengurang laba à LK konsolidasian
  • Urutan penyajian laporan keuangan dalam ilustrasi menurut PSAK 1 berbeda dengan IAS 1 (Aset tidak lancar di atas)
  • Minimum line item Penyajian Neraca à untuk nilai material disajikan secara terpisah, namun jika tidak material dijelaskan dalam kelompok namun tetap ada penjelasan terpisah
  • Laporan Laba Komperhensif

Laba komprehensif : Perubahan aset atau liabilitas yang tidak mempengaruhi laba pada periode berjalan

  • Selisih revaluasi aset tetap
  • Perubahan nilai investasi available for sales
  • Dampak translasi laporan keuangan

Dalam dua laporan :

  • Laba sebelum laba komprehensif
  • Laporan laba komprehensif dimulai dari laba/rugi bersih
  • Minimum Line Item L/R Komperhensif
  • pendapatan;
  • biaya keuangan;
  • bagian laba rugi dari entitas asosiasi dan joint ventures yang dicatat dengan menggunakan metode ekuitas;
  • beban pajak;
  • suatu jumlah tunggal yang mencakup total dari:
  • laba rugi setelah pajak dari operasi yang dihentikan; dan
  • keuntungan atau kerugian setelah pajak yang diakui dengan pengukuran nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual atau dari pelepasan aset atau kelompok yang dilepaskan dalam rangka operasi yang dihentikan;
  • laba rugi;
  • setiap komponen dari pendapatan komprehensif lain yang diklasifikasikan sesuai dengan sifat (selain jumlah dalam huruf (h));
  • bagian pendapatan komprehensif lain dari entitas asosiasi dan joint ventures yang dicatat dengan menggunakan metode ekuitas;
  • Informasi dalam L/R Komperhensif
  • Ketika pos-pos pendapatan atau beban bernilai material, maka entitas mengungkapkan sifat dan jumlahnya secara terpisah. Penyebab pengungkapan terpisah:
  • penurunan nilai persediaan /aset tetap dan pemulihannya
  • restrukturisasi atas aktivitas-aktivitas suatu entitas dan untuk setiap liabilitas diestimasi atas biaya restrukturisasi;
  • pelepasan aset tetap;
  • pelepasan investasi;
  • operasi yang dihentikan;
  • penyelesaian litigasi; dan
  • pembalikan liabilitas diestimasi lain.
  • Entitas menyajikan analisis beban yang diakui dalam laba rugi dengan menggunakan klasifikasi berdasarkan sifat atau fungsinya dalam entitas, mana yang dapat menyediakan informasi yang lebih andal dan relevan.
  • Laporan Ekuitas
  • Menunjukkan total laba rugi komprehensif selama suatu periode yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk dan pihak non pengendali
  • Untuk tiap komponen ekuitas, pengaruh penerapan retrospektif.
  • Rekonsiliasi antara saldo awal dan akhir periode yang timbul dari laba, pos pendapatan komprehensif dan transaksi dengan pemilik
  • Jumlah dividen yang diatribusikan kepada pemilik dan nilai dividen per saham, diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan

 

  • Catatan Atas Laporan Keuangan
  • Catatan atas laporan keuangan
  • Menyajikan informasi dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi à dasar pengukuran, kebijakan yang relevan, asumsi dalam estimasi;
  • Mengungkapkan informasi yang disyaratkan SAL yang tidak disajikan di bagian mana pun dalam laporan keuangan;
  • Memberikan informasi yang tidak disajikan di bagian manapun dalam laporan keuangan, tetapi informasi tersebut relevan untuk memahami laporan keuangan à (pengelolaan modal)
  • Sepanjang praktis, penyajian catatan atas laporan keuangan dilakukan secara sistematis
  • Membuat referensi silang atas setiap pos untuk informasi yag berhubungan dalam catatan atas laporan keuangan
  • Pengungkapan lain
  • Jumlah dividen diumumkan atau diumumkan sebelum penyelesaian laporan keuangan.
  • Jumlah dividen preferen yang tidak diakui.
  • Pengungkapan berikut jika tidak diungkapkan di bagiian manapun dalam informasi yang dipublikasi bersama LK:
  • Domisili dan bentuk hukum, negara pendirian, alamat kantor dan lokasi utama kantor
  • Keternagan mengenai sifat operasi dan kegiatan utama
  • Nama entitas induk dan nama entitas induk terakhir dalam kelompok usaha
  • Bagi entitas yang mempunyai umur terbatas, informasi tentang umur entitas

 

 

By lubnafairuz

PERPAJAKAN INTERNASIONAL (SOFTSKILL-2)

PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) / TAX TREATY

 

Pajak Internasional atau lebih tepatnya Perpajakan Internasional adalah tata cara dan hukum pemajakan yang terdiri atas kaidah-kaidah, baik kaidah perpajakan nasional maupun kaidah yang berasal dari traktat antarnegara dan dari prinsip yang telah diterima baik oleh negara-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, baik mengenai subjek maupun mengenai objeknya.

Setiap Negara memiliki peraturan perundang-undangan perpajakan nasional sendiri-sendiri atau yang disebut dengan yurisdiksi nasional, yang masing-masing peraturan perundang-undangan dimaksud memiliki landasan dan filosofi hukum yang berbeda dengan Negara-negara lainnya.

Dalam rangka melakukan investasi di Negara lain maupun dalam rangka suatu Negara menerima investasi dari Negara lain pasti akan terjadi beberapa konflik kepentingan. Sebagai contoh, Indonesia menganut konsep pengakuan penghasilan, yaitu konsep tambahan kemampuan ekonomis atau juga disebutworld wide income. Artinya peraturan perundang-undangan pajak penghasilan tidak mempermasalahkan darimana datangnya penghasilan, bagaimana penghasilan tersebut diterima atau diperoleh, dan dalam bentuk apa penghasilan tersebut.

Semua adalah objek pajak penghasilan yang harus dikenakan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Indonesia, baik Wajib Pajak orang pribadi, badan, maupun Bentuk Usaha Tetap. Sehingga ada kemungkinan terjadi benturan (konflik) dalam pengenaan pajak dengan Negara lainyang menganut asas pemajakan berbeda dengan Indonesia, nisalnya Negara yang menganut asas pemajakan kebangsaan (kewarganegaraan). Negara yang menganut asas kebangsaan tidak mempermasalahkan dari mana penghasilan diterima atau diperoleh, seseorang tetap diwajibkan membayar pajak di Negara di mana dia berkebangsaan.

Konflik yang timbul umumnya adalah kemungkinan pengenaan pajak berganda atas suatu subjek atau objek pajak oleh beberapa Negara, yang sering disebut sebagai pajak berganda internasional. Pajak berganda internasional sendiri hanya merupakan satu jenis peristiwa pajak berganda, karena pajak berganda dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

  1. Pajak berganda nasional (national double taxation)

Adalah pajak yang dikenakan lebih dari satu kali terhadap objek yang sama oleh suatu negara.

  1. Pajak berganda internasional (international double taxation)

Adalah pajak yang dikenakan lebih dari satu kali terhadap objek yang sama oleh lebih dari satu negara, dengan kata lain pajak berganda internasional timbul karena :

  1. Ada lebih dari satu negara yang memungut pajak
  2. Dikenakan terhadap objek yang sama

Untuk menghindari adanya pajak berganda internasional maka perlu diadakan perjanjian penghindaran pajak berganda (agreement for the avoidance of double taxation and the prevention of tax evasion) atau dikenal dengan istilah tax treaty.

Pajak internasional mengenal azas-azas tentang domicily country dan source country. Disebut domicily country apabila negara tempat tinggal Wajib Pajak (domicily country atau home country) menganut asas domisili yang mengenakan pajak penghasilan atas worldwide income atas dasar asas domisili.

Apabila Wajib Pajak melakukan transaksi dan memperoleh laba di negara tempat tinggalnya (source country, atau host country), dan kemudian dikenakan juga pajak penghasilan atas laba tersebut atas dasar asas domisili, maka Wajib Pajak tersebut akan dikenakan pajak dua kali (double taxation). Yang pertama oleh source country dan yang kedua oleh domicile country. Negara-negara yang tarif pajaknya rendah atau sama sekali tidak mengenakan pajak atas penghasilan disebut sebagai negara-negara surga pajak (tax haven countries).

Pajak berganda dapat dibedakan menjadi Pajak berganda internal (internal double taxation); pajak berganda internasional (international double taxation); pajak berganda secara yuridis (juridical double taxation) serta pajak berganda secara ekonomis (economic double taxation). Internal double taxation adalah pengenaan pajak atas Subjek dan Objek Pajak yang sama dalam suatu negara. International double taxation adalah pengenaan pajak dua kali (atau lebih) terhadap Subjek dan Objek Pajak yang sama oleh dua negara. Dua negara atau lebih mengenakan pengenaan pajak atas Objek Pajak yang sama dan Subjek Pajak yang sama.

Knechtle dalam bukunya berjudul Basic problem in international fiscal law (1979) membedakan pengertian pajak berganda secara luas (wider sense) dan secara sempit (narrower sense). Secara luas pengertian pajak berganda diartikan setiap bentuk pembebanan pajak dan pungutan lainnya lebih dari satu kali, dapat dalam bentuk berganda (double taxation) atau lebih (multiple taxation) terhadap suatu fakta fiskal. Secara sempit pajak berganda dianggap terjadi pada semua kasus pemajakan beberapa kali terhadap suatu subjek dan atau objek pajak dalam satu administrasi perpajakan yang sama. Pajak berganda seperti ini sering disebut sebagai pajak berganda ekonomis (economic double taxation). Pemajakan ganda oleh berbagai administrator dapat pula terjadi secara vertikal (pemerintah pusat dan daerah, atau secara diagonal (pemerintah daerah kota/kabupaten, propinsi X dan Y).

 

Definisi

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda adalah perjanjian pajak antar dua negara atau antar beberapa negara dalam upaya menghindari pajak berganda. Hal-hal yang ada didalamnya meliputi negara mana saja yang menjadi peserta dan terikat dalamperjanjian tersebut dan objek pajak apa yang tercakup dalam perjanjian tersebut.

Pada dasarnya tax treaty dapat dibedakan menjadi 3 macam :

  • Menyebutkan jenis pajaknya tetapi tidak menyebutkan definisinya, hal ini dapat menimbulkan perbedaan dalam penafsiran, sehingga sering kali ditambahakan klausal “jika terdapta keragu-raguan maka akan dibicarakan bersama”.
  • Mencantumkan definisi pajak yang diliputinya disertai dengan nama pajaknya, yang pada waktu perjanjaian dibuat telah ada dan ditambah dengan ketentuan bahwa pada sewaktu-waktu tertentu otoritas keuangan dari masing-masing negara akan saling memberitahukan, pajak mana yang tunduk dalam perjanjiana tersebut.
  • Menyebutkan nama pajaknya dengan ketentuan, bahwa perjanjian tersebut juga berlaku untuk pajak-pajak yang akan diadakan, dan pada hakekatnya mempunyai dasar yang sama.

 

Objek pajak dalam tax treaty pada umumnya dibagi dalam 15 jenis penghasilan :

  1. Penghasilan dari harta tetap atau barang tak bergerak (income from immovable property)
  2. Penghasilan dari usaha (business income atau business profit)
  3. Penghasilan dari usaha perkapalan atau angkutan udara (income from shipping and air transport)
  4. Deviden
  5. Bunga
  6. Royalty
  7. Keuntungan dari penjualan harta (capital gain)
  8. Penghasilan dari pekerjaan bebas (income from independent personal service)
  9. Penghasilan dari pekerjaan (income from dependent personal service)
  10. Gaji untuk direktur (director fees)
  11. Penghasilan seniman, artis dan atlit (income earned by entertainers and athletes)
  12. Uang pensiun dan jaminan social tenaga kerja (pension and social security payment)
  13. Penghasilan pegawai negeri (income in respect of government service)
  14. Penghasilan pelajar atau mahasiswa (income received by students and apprentices)
  15. Penghasilan lain-lain (other income)

 

Tujuan 

Adanya kebijakan pajak internasional khususnya P3B dimaksudkan terutama untuk menghilangkan pajak berganda (double tax). Pajak berganda ini timbul karena dua negara mengenakan pajak atas penghasilan yang sama. Ketentuan-ketentuan dalam P3B yang dimaksudkan untuk mencegah pengenaan pajak berganda ini misalnya ;

  • Adanya ketentuan untuk menyelesaikan kasus dual residence di mana seseorang atau badan diakui sebagai subjek pajak dalam negeri (resident tax person) oleh dua negara yang berbeda.
  • Adanya ketentuan pembagian hak pemajakan dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 21 P3B untuk jenis-jenis penghasilan tertentu. Pembagian hak pemajakan ini ada yang bersifat ekslusif diberikan hanya kepada satu negara dan ada juga yang berupa pembatasan kepada suatu negara untuk mengenakan pajak.
  • Adanya ketentuan tentang Corresponding Adjustment terhadap lawan transaksi di suatu negara dalam hal negara yang lain melakukan koreksi terhadap satu Wajib Pajak yang melakukan transfer pricing.
  • Adanya ketentuan tentang Mutual Agreement Procedures (MAP) di mana jika satu Wajib Pajak diperlakukan tidak sesuai dengan ketentuan P3B di negara lain maka Wajib Pajak tersebut dapat meminta otoritas pajak untuk menyelesaikan masalahnya melalui MAP ini.

 

Selain untuk mencegah pengenaan pajak berganda, P3B juga dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax evasion). Jika tujuan-tujuan tersebut tercapai tentu saja pada akhirnya P3B dapat menghilangkan hambatan dalam lalu lintas perdagangan, modal dan investasi antar negara sehingga pada akhirnya dapat dicapai kesejahteraan suatu negara karena sumber daya dialokasikan secara efisien.

Perpajakan berganda internasional terjadi karena benturan antar klaim perpajakan. Hal ini karena adanya prinsip perpajakan global untuk wajib pajak dalam negeri (global principle) dimana penghasilan dari dalam luar negeri dan dalam negeri dikenakan pajak oleh negara residen (negara domisili wajib pajak). Selain itu, terdapat pemajakan teritorial (source principle) bagi wajib pajak luar negeri (WPLN) oleh negara sumber penghasilan dimana penghasilan yang bersumber dari negara tersebut dikenakan pajak oleh negara sumber. Hal ini membuat suatu penghasilan dikenakan pajak dua kali, pertama oleh negara residen lalu oleh negara sumber Bentokran klaim lebih diperparah bila terjadi dual residen, dimana terdapat dua negara sama-sama mengklaim seorang subjek pajak sebagi wajib pajak dalam negerinya yang menyebabkan ia terkena pemajakan global dua kali.

 

Sumber Hukum

Di Indonesia, pajak internasional khususnya mengenai P3B diatur dalam Pasal 32A Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Kedudukan P3B berdasarkan ketentuan ini adalah lex specialist terhadap Undang-undang domestik. Dengan demikian, jika ada ketentuan dalam undang-undang domestik bertentangan dengan ketentuan dalam P3B maka yang dimenangkan adalah ketentuan P3B.

Saat ini sudah ada sekitar 58 P3B Indonesia dengan negara lain yang sudah berlaku efektif. Jumlah ini akan terus bertambah karena ada beberapa P3B lagi yang belum berlaku efektif tetapi masih dalam proses  perundingan, penandatanganan, ratifikasi atau proses pemberlakuan.Beberapa ketentuan pelaksanaan terkait pelaksanaan atau penerapan P3B ini adalah antara lain :

PER-61/PJ./2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.

PER-62/PJ./2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.

PER-67/PJ./2009 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan P3B.

Dalam P3B OECD Model, ketentuan tentang pertukaran informasi dimuat dalam Pasal 26. Sementara itu aturan internal di Indonesia untuk melakukan proses pertukaran informasi diatur dalam SE-61/PJ/2009.

Model P3B / Tax Treaty

Dalam Perpajakan Internasional terdapat dua model persetujuan tax treaty utama yang digunakan sebagai model untuk tax treaty antar negara-negara di dunia, antara lain :

  1. OECD Model.

OECD merupakan singkatan dari Organization for Economic Cooperation and Development, adalah sebuah organisasi Internasional dengan tiga puluh negara yang menerima prinsip demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas. Negara-negara anggotaOECD adalah negara negara yang maju, dimana arus barang, uang dan orang diantara mereka setara. Negara negara ini menggunakan asas residensial atau domisili untuk taxing right atau hak pemajakannya, dimanapenghasilan royalti tidak termasuk penghasilan yang dibebaskan dalam penghitungan pajak. Hak pemajakan atas royalti diberikan sepenuhnya kepada Negara Domisili.

Hal ini tidak menjadi masalah bagi negara-negara OECD dikarenakan kesetaraan tadi, hingga saling internetting perpajakan di lingkungan negara negara OECD. Hal ini kemudian menjadi tidak adil bila dilakukan modeltax treatyini dilakukan dengan negara negara berkembang, karena bila menggunakan asas residensial, maka negara negara berkembang tersebut tidak akan mendapatkan bagian hasil pajakkarena umumnya negara maju memiliki investasi di negara berkembang, sebaliknya negara berkembang memiliki sedikit investasi di negara negara maju.Metode yang digunakan pada tax treaty model OECD adalahexemption dancredit method.

 

  1. UN Model.

UN merupakan singkatan dari United Nation atau dikenal sebagai PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa), adalah sebuah organisasi yang anggotanya hampir seluruh negara di dunia. Lembaga ini dibentuk untuk memfasilitasi dalam hukum internasional, pengamanan internasional, lembaga ekonomi, dan perlindungan sosial.Oleh karena itu, model tax treaty UN lebih memungkinkan untuk mempertimbangkan berbagai kondisi negara-negara yang berbeda, sehingga sebisa mungkin tidak ada yang dirugikan dalam penetapan ketentuan persetujuan tax treaty.Maka UN model adalah model tax treaty yang lebih menjamin keadilan untuk negara negara berkembang.

Model tax treaty UN hanya mengatur perlakuan terhadap “penduduk” masing-masing negara dimana penghasilan yang diperoleh (atau kekayaan yang dimiliki) dari Negara Sumber diabaikan sama sekali oleh Negara Domisili dalam menghitung penghasilan lainnya yang diperoleh penduduknya (full exemption), sehingga penghasilan yang diperoleh dari Negara Sumber tidak dikenai pajak oleh Negara Domisili, tetapi penghasilan tersebut ikut diperhitungkan hanya untuk menentukan tarif progresif (exemption with progression).

Akibat dari exemption tersebut laba usaha yang diperoleh di negara sumber tidak dapat digunakan sebagai kompensasi kerugian di dalam negeri. Tapi, penghasilan atau kekayaan yang diperoleh atau dimiliki oleh penduduk dari negara domisili berasal atau berada di negara sumber, yang berdasarkan P3B ybs dikenai pajak di negara sumber, negara domisili harus memberikan pengurangan pajak yang dibayar di negara sumber tersebut.

 

Pada kenyataannya, pada tax treaty yang dilakukan oleh dua negara(bilateral), model UN dan OECD tersebut hanya merupakan  gambaran umum, karena pada akhirnya, sistem dan keseluruhan tata cara yang dipakai tergantung isi perjanjian yang disepakati oleh dua buah negara yang melakukan perjanjian. Dan model tax treaty yang dijadikan acuan utama dalam perundingan P3B (tax treaty) Indonesia adalah model UN.

Selain kedua model utama diatas, juga terdapat model yang dikembangkan oleh suatu negara untuk kepentingannya sendiri, misalnya US Model (1996, 2006); dan Multilateral Tax Treaty, yang tidak diterima secara luas dan hanya meliputi beberapa negara saja, contohya:

  • Pakta Andean (Bolivia, Chile, Kolombia, Ekuador, Peru dan Venezuela)
  • Nordic (Denmark, Finlandia, Islandia, Norwegia dan Swedia)
  • Maghribi Union (negara-negara di wilayah Afrika Utara)

 

Sementara itu, proses pembentukan P3B seperti proses pendekatan, perundingan, ratifikasi serta pemberlakuannya tunduk kepada Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.

 

 

 

Penyelesaian P3B

Ada beberapa metode yang biasa dilakukan untuk mengurangi resiko kemungkinan pengenaan pajak berganda internasional, antara lain:

  1. Metode perjanjian pengenaan pajak berganda internasional, yang antara lain dapat dilakukan dengan:
    • Traktat yang bersifat multilateral, yakni perjanjian yang dilakukan oleh beberapa Negara dalam suatu perjanjian;
    • Traktat yang bersifat bilateral, yakni perjanjian yang menyangkut dua Negara.
  2. Metode unilateral atau sepihak

Cara ini ditempuh oleh Negara secara sepihak melauli yurisdiksi nasionalnya, yakni dengan cara memasukkan ketentuan-ketentuan yang kemungkinan dapat menimbulkan pengenaan pajak berganda kedalam yurisdiksi nasionalnya, misalnya Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan tentang kredit pajak luar negeri. Tata cara pengkreditan luar negeri terbagi menjadi dua, yaitu:

  • Kredit penuh, yakni pembayaran pajak diluar negeri dikreditkan sebesar jumlah yang dibayarkan di luar negeri; dan
  • Kredit terbatas, yakni tata cara pengkreditan pajak yang dibayar di luar negeri menurut jumlah yang paling rendah antara yang dibayar di luar negeri dengan jumlah pajak apabila dikenakan menurut tarif di Indonesia, sebagaimana dianut Pasal 24 Undang-Undang PPh.
  1. Metode Pembebasan

Metode inidianggap metode yang paling praktis sebab Negara Domisili tidak perlu mengetahui bagaimana suatu penghasilan dikenakan pajak di Negara Sumber, yaitu dengan cara memberikan kebebasan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Ada dua cara pembebasan yang dapat ditempuh, yaitu:

  • Memberikan pembebasan sepenuhnya terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Negara sumber. Artinya penghasilan dari Negara sumber tidak dimasukkan dalam perhitungan pajak Negara domisili. Metode ini juga sering disebut dengan pembebasan penuh atau full exemption;
  • Cara pembebasan penghitungan pajak yang terutang hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di dalam negeri, tetapi menerapkan tarif rata-rata atas seluruh penghasilan, baik dari dalam negeri atau dari luar negeri, atau disebut juga pembebasan dengan progresi atau exemption with progression.

 

 

 

 

 

By lubnafairuz

AKUNTANSI INTERNASIONAL (SOFTSKILL-1)

Review Jurnal Akuntansi Internasional

Disusun oleh:

Lubna Fairuz     [24212249]

Suminar            [27212196]

4EB16


Author Masaud Laga, Megatrend University, Novi Beograd, Serbia
Release 2013
Title Obtacles of Adoption and Implemention of IFRS in Libya
Method Jenis penelitian jurnal adalah studi deskriptif dan metode penelitian yang digunakan adalah studi literatur.
Result Berdasarkan analisis yang dilakukan, hambatan yang dihadapi dalam adopsi dan implementasi IFRS di Libya yaitu:

1.       Akuntan professional Libya tidak memiliki keterampilan teknis dan pengetahuan yang tidak memadai.

2.       Tidak konsistennya hukum yang berlaku dan kerangka peraturan akuntansi di Libya dengan perkembangan terbaru dari profesi akuntansi.

3.       Lemahnya badan akuntansi professional di Libya

Conclusion Jurnal ini berguna untuk memahami dan mengeksplorasi pengembangan profesi akuntansi di Libya dan bagaimana akuntansi telah berkembang selama bertahun-tahun di negara tersebut. Adapun tujuan utama dari penelitian ini untuk mengidentifikasi hambatan yang mungkin terjadi dalam menghadapi implementasi IFRS di Libya.

Berikut merupakan langkah-langkah yang dapat berfungsi sebagai masukan yang berguna dalam mengadopsi dan menerapkan IFRS di Libya

1.       Mengadakan pendidikan profesional yang memadai dan pelatihan dibidang akuntansi dengan mengikuti IFRS yang telah berlaku umum di dunia internasional.

2.       Memperkuat badan akuntansi profesional di Libya (LAAA)

3.       Ulasan konsistensi hukum dan kerangka peraturan akuntansi yaitu dengan mengubah hukum yang ada dan kerangka peraturan agar mencerminkan realitas ekonomi dan sosial, dan menghindari kontradiksi dengan perkembangan terbaru dalam profesi akuntansi.

By lubnafairuz

Jawaban Pertanyaan Diskusi Kelompok

TUGAS SOFTSKILL ETIKA PROFESI AKUNTANSI

Perbandingan Etika Profesi Akuntan dan Psikolog

Kelompok 1

4EB16

Dwi Arjanto                (22212273)

Heru Widyanto           (23212456)

Josina Christina           (23212974)

Lubna Fairuz               (24212249)

Mega Sri Diana           (24212517)

Mia Zara                      (28212283)

Novia Ramadhany      (25212401)

Rosmawati                  (26212697)

 Sada Arih T                 (2B215102)

Shinta Ayu Pratiwi     (28211257)

Syifa Ragustia  P        (2b215089)

Utomo                         (27212534)

 

UNIVERSITAS GUNADARMA

Tahun Ajaran 2015/2016

Pertanyaan Kelompok 2 :

  1. Apa pokok perbedaan antara akuntan dan psikolog?

Perbedaan pokok antara akuntan dan psikolog adalah dari sisi tanggung jawab profesi dan integritasnya. Seorang akuntan dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya mungkin menghadapi tekanan dan saling berbenturan dengan pihak-pihak yangberkepentingan. Dalam hal ini akuntan harus bertindak dengan penuh integritas, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Sementara seorang psikolog dalam menjalankan tanggung jawabnya harus menekannkan pada hak asasi manusia, menghormati hak-hak individu akan keleluasan pribadi dan kerahasian serta menjaga kesejahteran individu. Dalam hal ini integritas psikolog harus mendasarkan pada pengetahuan yang sudah diyakni kebenarannya, mengungkapkan fakta secara utuh, lengkap dan dapat dipertanggung jawabkan.

 

  1. Seberapa penting adanya kode etik bagi setiap psikolog?

Kode etik bagi psikolog sangat penting, karena dengan adanya kode etik tersebut dapat dijadikan suatu acuan untuk para psikolog berperilaku professional dalam menjalankan tugasnya.

Pertanyaan Kelompok 3 :

  1. Sebutkan satu kode etik antara kode etik profesi akuntansi dan psikologi yang sama!

Persamaan kode etik akuntan dan kode etik psikolog terletak pada prinsip integritas dan prinsip professional.

 

Pertanyaan Kelompok 4 :

  1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan akuntansi keperilakuan!

Akuntansi keperilakuan merupakan bagian dari disiplin ilmu akuntansi yang mengkaji hubungan antara perilaku manusia dan sistem akuntansi, serta dimensi keperilakuan dari organisasi di mana manusia dan sistem akuntansi itu berada dan diakui keberadaannya. Istilah sistem informasi akuntansi yang dimaksud di sini dalam arti luas meliputi seluruh desain alat pengendalian manajemen yang meliputi sistem pengendalian, sistem penganggaran, desain akuntansi pertanggungjawaban, desain organisasi seperti desentralisasi atau sentralisasi, desain kolektibilitas biaya, penilaian kinerja, serta laporan keuangan.

Dengan demikian, definisi akuntansi keperilakuan adalah suatu studi tentang perilaku akuntan atau non-akuntan yang dipengaruhi oleh fungsi-fungsi akuntansi dan pelaporan. Akuntansi keperilakuan menekankan pada pertimbangan dan pengambilan keputusan akuntan dan auditor, pengaruh dari fungsi akuntansi (misalnya partisipasi penganggaran, keketatan anggaran, dan karakter sistem informasi) dan fungsi auditing terhadap perilaku, misalnya pertimbangan (judgment) dan pengambilan keputusan auditor dan kualitas pertimbangan dan keputusan auditor, dan pengaruh dari keluaran dari fungsi-fungsi akuntansi berupa laporan keuangan terhadap pertimbangan pemakai dan pengambilan keputusan.

 

By lubnafairuz

Perbaikan Tugas Etika Profesi Akuntansi (Perbandingan Etika Profesi Akuntan dan Psikolog)

TUGAS SOFTSKILL ETIKA PROFESI AKUNTANSI

Perbandingan Etika Profesi Akuntan dan Psikolog

Kelompok 1

4EB16

Dwi Arjanto                (22212273)

Heru Widyanto           (23212456)

Josina Christina           (23212974)

Lubna Fairuz               (24212249)

Mega Sri Diana           (24212517)

Mia Zara                      (28212283)

Novia Ramadhany      (25212401)

Rosmawati                  (26212697)

 Sada Arih T                 (2B215102)

Shinta Ayu Pratiwi     (28211257)

Syifa Ragustia  P        (2b215089)

Utomo                         (27212534)

 

UNIVERSITAS GUNADARMA

Tahun Ajaran 2015/2016

 

KODE ETIK IKATAN AKUNTAN INDONESIA

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.

 

Tujuan profesi akuntansi

Memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik.

 

Empat Kebutuhan dasar yang harus dipenuhi :

  • Kredibilitas

Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.

  • Profesionalisme

Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa akuntan sebagai profesional dibidang akuntansi.

  • Kualitas Jasa

Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.

  • Kepercayaan

Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.

 

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian

(1)   Prinsip Etika, disahkan oleh Kongkres

(2)   Aturan Etika, disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan

(3)   Interpretasi Aturan Etika, dibentuk oleh Himpunan

 

PRINSIP ETlKA PROFESI  IKATAN AKUNTAN INDONESIA

Prinsip Pertama Tanggung Jawab Profesi

  • Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
  • Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat.
  • Anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.

Prinsip Kedua  Kepentingan Publik

  • Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
  • Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib
  • Dalam mememuhi tanggung-jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.
  • Anggota diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.

Prinsip Ketiga Integritas

  • Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
  • Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
  • Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
  • Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian profesional.

Prinsip Keempat – Obyektivitas

  • Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
  • Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.

Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor tersebut adalah sebagai berikut :

  • Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka memoriam tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu obyektivitasnya.
  • Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk mengindentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak obyektivitas anggota.
  • Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar obyektivitas harus dihindari.
  • Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang terilbat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prinsip obyektivitas.
  • Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka.
  • Anggota harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.

Prinsip Kelima Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

  • Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, derni kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik.
  • Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogyanya tidak menggambarkan dirinya mernilki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung-jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika.

Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang terpisah:

  1. Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian kompetensi profesional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.
  2. Pemeliharaan Kompetensi Profesional.
  • Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui kornitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan profesional anggota.
  • Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan.
  • Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional.

Prinsip Keenam  Kerahasiaan

  • Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
  • Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi.
  • Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.
  • Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi terse but untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.
  • Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia ten tang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung-jawab anggota berdasarkan standar profesional.
  • Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.

Prinsip Ketujuh Perilaku Profesional

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi:

Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi hams dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

Prinsip Kedelapan Standar Teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia (IAI), International Federation of Accountants (IFA), badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.

 

KODE ETIK PSIKOLOGI

Kode etik psikologi adalah seperangkat nilai-nilai untuk ditaati dan dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kegiatan sebagai psikolog dan ilmuwan psikologi di Indonesia.

 

PRINSIP UMUM

  • Penghormatan Pada Harkat dan Martabat Manusia
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menekankan pada hak asasi manusia dalam melaksanakan layanan psikologi.
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi meng-hormati martabat setiap orang serta hak-hak individu akan keleluasaan pribadi, kerahasiaan dan pilihan pribadi seseorang.
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menyadari bahwa diperlukan kehati-hatian khusus untuk melindungi hak dan kesejahteraan individu atau komunitas yang karena keterbatasan yang ada dapat mempengaruhi otonomi dalam pengambilan keputusan.
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menyadari dan menghormati perbedaan budaya, individu dan peran, termasuk usia, gender, identitas gender, ras, suku bangsa, budaya, asal kebangsaan, orientasi seksual, ketidakmampuan (berkebutuhan khusus), bahasa dan status sosial-ekonomi, serta mempertimbangkan faktor-faktor tersebut pada saat bekerja dengan orang-orang dari kelompok tersebut.
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berusaha untuk menghilangkan pengaruh bias faktor-faktor tersebut pada butir (3) dan menghindari keterlibatan baik yang disadari maupun tidak disadari dalam aktifitas-aktifitas yang didasari oleh prasangka.
  • Integritas dan Sikap Ilmiah
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus mendasarkan pada dasar dan etika ilmiah terutama pada pengetahuan yang sudah diyakini kebenarannya oleh komunitas psikologi.
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi senantiasa menjaga ketepatan, kejujuran, kebenaran dalam keilmuan, pengajaran, pengamalan dan praktik psikologi.
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak mencuri, berbohong, terlibat pemalsuan (fraud), tipuan atau distorsi fakta yang direncanakan dengan sengaja memberikan fakta-fakta yang tidak benar.
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berupaya untuk menepati janji tetapi dapat mengambil keputusan tidak mengungkap fakta secara utuh atau lengkap hanya dalam situasi dimana tidak diungkapkannya fakta secara etis dapat dipertanggungjawabkan untuk meminimalkan dampak buruk bagi pengguna layanan psikologi.
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi memiliki kewajiban untuk mempertimbangkan kebu-tuhan, konsekuensi dan bertanggung jawab untuk memperbaiki ketidakpercayaan atau akibat buruk yang muncul dari penggunaan teknik psikologi yang digunakan.
  • Professional
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus memiliki kompetensi dalam melaksanakan segala bentuk layanan psikologi, penelitian, pengajaran, pelatihan, layanan psikologi dengan menekankan pada tanggung jawab, kejujuran, batasan kompetensi, obyektif dan integritas.
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mem-bangun hubungan yang didasarkan pada adanya saling percaya, menyadari tanggungjawab pro-fesional dan ilmiah terhadap pengguna layanan psikologi serta komunitas khusus lainnya.
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menjunjung tinggi kode etik, peran dan kewajiban pro-fesional, mengambil tanggung jawab secara tepat atas tindakan mereka, berupaya untuk mengelola berbagai konflik kepentingan yang dapat mengarah pada eksploitasi dan dampak buruk.
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dapat berkonsultasi, bekerjasama dan/atau merujuk pada teman sejawat, profesional lain dan/atau institusi-institusi lain untuk memberikan layanan terbaik kepada pengguna layanan psikologi.
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi perlu mem-pertimbangkan dan memperhatikan kepatuhan etis dan profesional kolega-kolega dan/atau profesi lain.
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam situasi tertentu bersedia untuk menyumbangkan sebagian waktu profesionalnya tanpa atau dengan sedikit kompensasi keuntungan pribadi.
  • Keadilan
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi memahami bahwa kejujuran dan ketidakberpihakan adalah hak setiap orang. Oleh karena itu, pengguna layanan psikologi tanpa dibedakan oleh latar-belakang dan karakteristik khususnya, harus mendapatkan layanan dan memperoleh ke-untungan dalam kualitas yang setara dalam hal proses, prosedur dan layanan yang dilakukan.
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mengguna-kan penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan secara profesional, waspada dalam memastikan kemungkinan bias-bias yang muncul, mem-pertimbangkan batas dari kompetensi, dan keterbatasan keahlian sehingga tidak mengabaikan atau mengarah kepada praktik-praktik yang menjamin ketidakberpihakan.
  • Manfaat
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berusaha maksimal memberikan manfaat pada kesejah-teraan umat manusia, perlindungan hak dan meminimalkan resiko dampak buruk pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain yang terkait.
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi apabila terjadi konflik perlu menghindari serta memini-malkan akibat dampak buruk; karena keputusan dan tindakan-tindakan ilmiah dari Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dapat mempengaruhi kehidupan pihak-pihak lain.
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi perlu waspada terhadap kemungkinan adanya faktor-faktor pribadi, keuangan, sosial, organi-sasi maupun politik yang mengarah pada penyalahgunaan atas pengaruh mereka.
By lubnafairuz

TUGAS ETIKA PROFESI AKUNTANSI (Perbandingan Etika Profesi Akuntan dan Psikolog)

TUGAS ETIKA PROFESI AKUNTANSI

Perbandingan Etika Profesi Akuntan dan Psikolog

 

 

KELOMPOK 1 :

 Dwi Arjanto (22212273)

Heru Widyanto (23212456)

Josina Christina (23212974)

Lubna Fairuz (24212249)

Mega Sri Diana (24212517)

Mia Zara (28212283)

Novia Ramadhany (25212401)

Rosmawati (26212697)

Shinta Ayu Pratiwi (28211257)

Syifa Ragustia  P (2b215089)

Utomo (27212534)

 

Akuntansi

Akuntansi adalah informasi, atau lebih tepatnya sistem informasi akuntansi. Keberhasilan suatu sistem informasi akuntansi tidak lepas dari perilaku manusia selaku pemakai dan yang memberikan responnya. Perkembangan akuntansi pun tak lepas dari perilaku. Mendesaknya kebutuhan akuntansi dan pentingnya peranan manusia (akuntan dan auditor) dalam bidang akuntansi, maka dengan mengadopsi bidang-bidang ilmu lainnya, seperti ilmu psikologi khususnya psikologi kognitif, antropologi dan sosial, lahirlah akuntansi keperilakuan. Banyak bukti empiris yang dihasilkan oleh para peneliti yang ikut memperkuat bidang akuntansi keperilakuan. Dua jurnal terkenal, yaitu Behavioral Research in Accounting (BRIA) dan Auditing: A Journal of Practice & Theory, sangat mempengaruhi perkembangan akuntansi keperilakuan sampai saat ini.

Akuntansi keperilakuan merupakan bagian dari disiplin ilmu akuntansi yang mengkaji hubungan antara perilaku manusia dan sistem akuntansi, serta dimensi keperilakuan dari organisasi di mana manusia dan sistem akuntansi itu berada dan diakui keberadaannya. Dengan demikian, definisi akuntansi keperilakuan adalah suatu studi tentang perilaku akuntan atau non-akuntan yang dipengaruhi oleh fungsi-fungsi akuntansi dan pelaporan. Akuntansi keperilakuan menekankan pada pertimbangan dan pengambilan keputusan akuntan dan auditor, pengaruh dari fungsi akuntansi (misalnya partisipasi penganggaran, keketatan anggaran, dan karakter sistem informasi) dan fungsi auditing terhadap perilaku, misalnya pertimbangan (judgment) dan pengambilan keputusan auditor dan kualitas pertimbangan dan keputusan auditor, dan pengaruh dari keluaran dari fungsi-fungsi akuntansi berupa laporan keuangan terhadap pertimbangan pemakai dan pengambilan keputusan.

Akuntansi keperilakuan merupakan cabang ilmu akuntansi yang mempelajari hubungan antara perilaku manusia dengan sistem informasi akuntansi. Istilah sistem informasi akuntansi yang dimaksud di sini dalam arti luas meliputi seluruh desain alat pengendalian manajemen yang meliputi sistem pengendalian, sistem penganggaran, desain akuntansi pertanggungjawaban, desain organisasi seperti desentralisasi atau sentralisasi, desain kolektibilitas biaya, penilaian kinerja, serta laporan keuangan.

Secara lebih terperinci ruang lingkup akuntansi keperilakuan meliputi:

  1. Mempelajari pengaruh antara perilaku manusia terhadap konstruksi, bangunan, dan penggunaan sistem informasi yang diterapkan dalam perusahaan dan organisasi, yang berarti bagaimana sikap dan gaya kepemimpinan manajemen mempengaruhi sifat pengendalian akuntansi dan desain organisasi; apakah desai sistem pengendalian akuntansi bisa diterapkan secara universal atau tidak.
  2. Mempelajari pengaruh sistem informasi akuntansi terhadap perilaku manusia, yang berarti bagaimana sistem akuntansi mempengaruhi kinerja, motivasi, produktivitas, pengambilan keputusan, kepuasan kerja dan kerja sama.
  • Metode untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku manusia dan strategi untuk mengubahnya, yang berarti bagaimana sistem akuntansi dapat dipergunakan untuk mempengaruhi perilaku, dan bagaimana mengatasi resistensi itu. Disini muncul istilah freezing (membekukan) dan unfreezing (mencairkan). Contohnya perubahan sistem. Perubahan sistem bukanlah sesuatu yang mudah, tetapi perlu upaya untuk sampai pada aplikasi sistem itu sendiri karena bisa jadi ada resistensi di situ.

 

Kode Etik Akuntan

  1. Praktik Akuntan adalah kegiatan pemberian jasa profesiona; yang dilakukan oleh anggota IAI-KAP yang berupa jasa audit, jasa atestasi, jasa akuntansi dan review, perpajakan, perencanaan keuangan perorangan, jasa pendukung litigasi dan jasa lainnya yang diatur dalam standar profesional akuntan publik
  2. Seorang akuntan dalam melaksanakan tugasnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya dan memelihara kepercayaan masyarakat.
  3. Akuntan wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi kesimpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya
  4. Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak dan kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
  5. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
  6. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi.
  7. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf dibawah pengawasannya dan orang orang yang diminta nasihat dan bantuannya mengormati prinsip kerahasiaan.
  8. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota memperoleh informaasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi tersebut untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.
  9. Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia tentang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung jawab anggota berdasarkan standar profesional.
  10. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa sandar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan dimana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.

 

 

Psikologi

Psikologi adalah sebuah bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang mempelajari mengenai perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah. Para praktisi dalam bidang psikologi disebut para psikolog. Para psikolog berusaha mempelajari peran fungsi mental dalam perilaku individu maupun kelompok, selain juga mempelajari tentang proses fisiologis dan neurobiologis yang mendasari perilaku.

Kode Etik Psikolog

  1. Praktik Psikologi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Psikolog dalam memberi jasa dan praktik kepada masyarakat dalam pemecahan masalah psikologis yang bersifat individual maupun kelompok dengan menerapkan prinsip Psikodiagnostik seperti Diagnosis, Prognosis, Konseling dan Psikoterapi.
  2. Seorang Psikolog mengutamakan Kompetensi, objektifitas, kejujuran, menjungjung tinggi integritas dan norma norma keahlian serta menyadari konsekuensi tindakannya.
  3. Psikologi wajib menghormati dan menghormati hak klien untuk menolak keterlibatannya dalam pemberian jasa/praktik psikolog, mengingat asas sukarela dan kesediaan yang mendasari pemakai jasa dalam proses pemberian jasa.
  4. Kerahasiaan Data dan Hasil Pemeriksaan Ilmuan Psikologi dan psikolog wajib memegang teguh rahasia yang menyangkut klien atau pemakai jasa psikologi dalam hubungan dengan pelaksanaan kegiatannya. Dalam hal ini keterangan atau data mengenai klien yang diperoleh Ilmuwan Psikologi dan psikolog dalam rangka pemberian jasa/praktik psikologi wajib mematuhi hal-hal sebagai berikut :
  5. Dapat diberikan hanya kepada yang berwenang mengetahuinya dan hanya memuat hal-hal yang langsung dan berkaitan dengan tujuan pemberian jasa/praktik psikologi.
  6. Dapat didisukusikan hanya dengan orang-orang atau pihak yang secara langsung berwenang atas diri klien atau pemakai jasa psikologi
  7. Dapat dikomunikasikan dengan bijaksana secara lisan atau tertulis kepada pihak ketiga hanya bila pemberitahuan ini diperlukan untuk kepentingan klien, profesi dan akademisi. Dalam kondisi tersebut identitas orang atau klien yang bersangkutan tetap dirahasiakan.
  8. Keternagan atau data klien dapat diberitahukan kepada orang lain atas persetujuan klien atau penasihat hukumnya
  9. Jika klien masih anak-anak atau orang dewasa yang tidak mampu memberikan persetujuan secara sukarela, maka psikolog wajib melindungi orang-orang ini agar tidak mengalami hal-hal yang merugikan.

 

Kesimpulan :

Profesi akuntan dan psikolog mengutamakan kompetensi, objektifitas, kejujuran, menjungjung tinggi integritas dan hubungan profesional serta norma norma keahlian serta menyadari konsekuensi tindakannya. Profesi akuntan dan Psikolog wajib memegang teguh rahasia yang menyangkut klien atau pemakai jasa dalam hubungannya dengan pelaksanaan kegiataannya.

 

 

 

 

By lubnafairuz

Perbandingan Etika Profesi Akuntansi

Masa Orde Lama Masa Orde Baru Masa Reformasi
Pada orde lama ini dengan membentuk Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Awalnya, pada 17 Oktober 1957,  Prof R Soemardjo bersama 4 alumnus pertama FEUI yaitu Drs. Basuki Siddharta, Drs Hendra Darmawan, Drs Tan Tong Joe, dan Drs Go Tie Siem memprakarsai dibentuknya suatu organisasi akuntan Indonesia. Akhirnya suatu organisasi tersebut diberi nama Ikatan Akuntan Indonesia yang secara resmi dibentuk pada 23 Desember 1957 beranggotakan 11 akuntan yang ada saat itu, dan kemudian disahkan oleh Menteri Kehakiman RI pada 24 Maret 1959.  Dimana setelah hampir 1 dasawarsa berdirinya IAI, Indonesia memiliki 12 Kantor Akuntan pada awal tahun 1967. Selanjutnya di organisasi akuntan Indonesia inilah Etika Profesi Akuntansi dan Kode Etiknya dibuat bekerja sama dengan pemerintah.

Kesempatan bagi akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya Belanda dari Indonesia. Sampai tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari. Praktik akuntansi model Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda.  Nasionalisasi atas perusahaan yagn dimiliki Belanda dan pindahnya orang-orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli.

Indonesia pada masa dibawah pimpinan presiden Soeharto menganut sistem perekonomian terbuka. Terbitnya Undang-Undang tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan  Penanaman Modal Dalam Negeri  (PMDN) menandai era baru pembangunan ekonomi bangsa Indonesia dimulai. Sebagai konsekuensi dari perekonomian terbuka, Indonesia banyak kedatangan investasi asing/pendanaan yang masuk dari  dunia Internasional. Hal ini tentu saja berdampak pada kebutuhan akan jasa profesional Akuntansi. Dan Indonesia kembali kedatangan banyak Akuntan Asing. Untuk mengatasinya dibuatlah skema joint partnership oleh pemerintah antara profesional akuntansi asing dengan profesional akuntansi Indonesia untuk mendirikan Kantor Akuntan Gabungan. Pada November 1967 berdirilah Joint Partnership pertama di Indonesia dengan nama Kantor Akuntan Arthur Young (Amerika) & Santoso Hartokusumo. Joint Partnership berikutnya pada Mei 1968 dengan nama Kantor Akuntan Velayo (Filipina) & Utomo.

Pada tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi system akuntasi model Amerika. Pada pertengahan tahun 1980an, sekelompok teknokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetitif dan lebih berorientasi pada pasar dengan dukungan praktik akuntansi yang lebih baik.

Dalam periode ini profesi akuntan publik terus berkembang seiring dengan berkembangnya dunia usaha dan pasar modal di Indonesia. Walaupun demikian, masih banyak kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para usahawan dan akademisi. Namun keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintaha sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah

1. Tumbuhnya pasar modal

2. Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank.

3. Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam rangka pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia.

4. Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian.

 

 

 

By lubnafairuz

Jawaban Kelompok 4

  1. Memang sebaiknya profesi akuntasi dimiliki oleh lulusan sarjana akuntansi atau minimal SMK akuntansi, yang mengerti prinsip dan dasar akuntansi itu sendiri. Selain itu terdapat pula kualifikasi lain seperti, memiliki kemampuan analisa yang baik, detail, teliti, bertanggung jawab dan menguasai aplikasi komputer akuntansi. Namun pada kenyataannya tidak semua akuntan dari lulusan akuntansi dan tidak semua lulusan akuntansi dapat menjadi akuntan. Ada perusahaan yang menerima seorang akuntan bukan dari lulusan akuntansi tetapi memiliki sertifikasi kursus akuntansi maupun paham akan dasar akuntansi. Ada pula lulusan akuntansi yang justru diterima dibagian lain seperti admin maupun purchasing. Semua tergantung dari keahlian individu itu sendiri dan kemauan serta semangat untuk belajar ke arah yang lebih baik.
  2. Etika profesi akuntansi dapat dikatakan sebagai pedoman umum yang mengikat dan mengatur setiap akuntan untuk bertindak. Dalam melakukan profesinya seorang akuntan harus memiliki sifat jujur, integritas, bertanggung-jawab, indepedensi serta menjaga dan menghormati kerahasiaan instansi atau masyarakat yang dilayani. Maka dari itu etika profesi akuntansi harus dipatuhi untuk menjaga kepercayaan dan kualitas yang diberikan oleh seorang akuntan.
  3. Sebagai seorang akuntan dan juga lulusan akuntansi sebaiknya memiliki kode etik dalam berprofesi sebagai akuntan. Sebagai alat ukur professional dalam menjalani pekerjaan dan tanggung jawab serta meningkatkan wawasan akuntansi dengan menerapkan etika profesi akuntan. Dimana etika profesi akuntan memiliki 8 prinsip kode etik yang teridri dari :
  • TanggungJawabprofesi
    Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara    kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
  • KepentinganPublik
    Dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus menunjukkan dedikasi untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
  • Integritas
    Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
  • Obyektivitas
    Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal        dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
  • KompetensidanKehati-hatianProfesional
    Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal   penugasanprofesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
  • Kerahasiaan
    Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang    diberikannya, anggota bisa saja mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban    professional atau hukum yang mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut    bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
  • PerilakuProfesional
    Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
  • StandarTeknis
    Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari        penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of     Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
  1. Perkembangan profesi akuntan di Indonesia menurut Olson dapat dibagi dalam 2 periode yaitu :
  2. Periode ke 1 (sebelum tahun 1954)

Pada periode pertama telah ada jasa pekerjaan akuntan yang bermanfaat bagi masyarakat bisnis, yang disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin sulit, meruncingnya persaingan, dan naiknya pajak-pajak para pengusaha sehingga makin sangat dirasakan kebutuhan akan penerangan serta nasehat para ahli untuk mencapai perbaikan dalam sistem administrasi perusahaan. Sehingga mereka menggunakan jasa orang-orang yang ahli dalam bidang akuntansi. Kebutuhan akan bantuan akuntan yang makin besar menjadi alasan bagi khalayak umum yang tidak berpengetahuan dan berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk bekerja sebagai akuntan, dikarenakan pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan syarat yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga mereka harus mengikuti pelajaran pada perguruan tinggi negeri dengan hasil baik. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan peraturan dengan undang-undang untuk melindungi ijazah akuntan agar pengusaha dan badan yang lain tidak tertipu oleh pemakaian gelar “akuntan” yang tidak sah.

  1. Periode ke 2 (tahun 1954 – 1973)

Setelah adanya Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan, auditor di Indonesia berjalan lamban karena perekonomian Indonesia pada saat itu kurang menguntungkan. Mengingat terbatasnya tenaga akuntan dan ajun akuntan yang menjadi auditor pada waktu itu, Direktorat Akuntan Negara meminta bantuan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas nama Direktorat Akuntan Negara.

Perluasan pasar profesi akuntan publik semakin bertambah yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMND) tahun 1967/1968. Profesi akuntan publik mengalami perkembangan yang berarti sejak awal tahun 70-an dengan adanya perluasan kredit-kredit perbankan kepada perusahaan. Bank-bank ini mewajibkan nasabah yang akan menerima kredit dalam jumlah tertentu untuk menyerahkan secara periodik laporan keuangan yang telah diperiksa akuntan publik. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia baru memerlukan jasa akuntan publik jika kreditur mewajibkan mereka menyerahkan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik.

  1. Periode ke 3 (tahun 1973 – 1979)
  2. Sutojo pada Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya Desember 1989 menyampaikan hasil penelitiannya mengenai: Pengembangan Pengawasan Profesi Akuntan Publik di Indonesia, bahwa profesi akuntan publik ditandai dengan satu kemajuan besar yang dicapai Ikatan Akuntan Indonesia dengan diterbitkannya buku Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam kongres Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta tanggal 30 November – 2 Desember 1973. Dengan adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik telah maju selangkah lagi karena memiliki standar kerja dalam menganalisa laporan keuangan badan-badan usaha di Indonesia. Pada akhir tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam surat keputusannya nomor 52/1976, menetapkan pasar modal yang pertama kali sejak memasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia, kebutuhan akan profesi akuntan publik meningkat pesat. University menyatakan bahwa profesi akuntan publik dibutuhkan untuk mengaudit dan memberikan pendapat tanpa catatan (unqualified opinion) pada laporan keuangan yang go public atau memperdagangkan sahamnya di pasar modal.

Pada tanggal 1 Mei 1978 dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung di bawah IAI. Sampai sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi akuntan publik, adalah seksi akuntan manajemen dan seksi akuntan pendidik. Keputusan Menteri Keuangan No. 108/1979 tanggal 27 Maret 1979 yang menggariskan bahwa laporan keuangan harus didasarkan pada pemeriksaan akuntan publik dan mengikuti PAI. Maksud instruksi dan surat keputusan tersebut adalah untuk merangsang wajib pajak menggunakan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik, dengan memberikan keringanan pembayaran pajak perseroan dan memperoleh pelayanan yang lebih baik di bidang perpajakan. Keputusan ini dikenal dengan nama 27 Maret 1979. Ini merupakan keputusan yang penting dalam sejarah perkembangan profesi akuntan publik dan sekaligus sebagai batu ujian bagi akuntan publik dan masyarakat pemakainya.

  1. Periode ke 4 (tahun 1979 – 1983)

Pada periode profesi akuntan publik dalam keadaan suram, pelaksanaan paket 27 Maret. Tiga tahun setelah kemudahan diberikan pemerintah masih ada akuntan publik tidak memanfaatkan maksud baik pemerintah tersebut. Beberapa akuntan publik melakukan malpraktik yang sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan cara bekerjasama dengan pihak manajemen perusahaan melakukan penggelapan pajak.

  1. Periode ke 5 (tahun 1983 – 1989)

Periode ini yang berisi upaya konsolidasi profesi akuntan termasuk akuntan publik. PAI 1973 disempurnakan dalam tahun 1985, disusul dengan penyempurnaan NPA pada tahun 1985, dan penyempurnaan kode etik dalam kongres ke V tahun 1986.

Setelah melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap masyarakat pemakai jasa akuntan publik dan untuk mendukung pertumbuhan profesi tersebut.

Pada tahun 1986 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 763/KMK.001/1986 tentang Akuntan Publik. Keputusan ini mengatur bidang pekerjaan akuntan publik, prosedur dan persyaratan untuk memperoleh izin praktik akuntan publik dan pendirian kantor akuntan publik beserta sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada akuntan publik yang melanggar persyaratan praktik akuntan publik.

Dengan keputusan Menteri Keuangan tersebut dibuktikan pula sekali lagi komitmen pemerintah yang konsisten kepada pengembangan profesi akuntan publik yaitu dengan mendengar pendapat Ikatan profesi pada kongres ke VI IAI antara lain mengenai: pengalaman kerja yang perlu dimiliki sebelum praktik; keharusan akuntan publik fultimer (kecuali mengajar); izin berlaku tanpa batas waktu; kewajiban pelaporan berkala (tahunan) mengenai kegiatan praktik kepada pemberi izin; pembukaan cabang harus memenuhi syarat tertentu; izin diberikan kepada individu bukan kepada kantor; pencabutan izin perlu mendengar pendapat dewan kehormatan IAI; pemohon harus anggota IAI; pengawasan yang lebih ketat kepada akuntan asing. Pada tahun 1988 diterbitkan petunjuk pelaksaan keputusan Menteri Keuangan melalui Keputusan Direktur Jenderal Moneter No. Kep.2894/M/1988 tanggal 21 Maret 1988. Suatu hal yang mendasar dari keputusan tersebut adalah pembinaan para akuntan publik yang bertujuan:

  • Membantu perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia
  • Memberikan masukan kepada IAI atau seksi akuntan publik mengenai liputan  yang dikehendaki Departemen Keuangan dalam program pendidikan
  • Melaksanakan penataran bersama IAI atau IAI-seksi akuntan publik mengenai hal-hal yang dianggap perlu diketahui publik (KAP), termasuk  mengenai manajemen KAP.
  • Mengusahakan agar staf KAP asing yang diperbantukan di Indonesia untuk memberi penataran bagi KAP lainnya melalui IAI atau IAI-Seksi Akuntan Publik dan membantu pelaksanaannya
  • Memantau laporan berkala kegiatan tahunan KAP
  1. Periode ke 6 (tahun 1990 – sekarang)

Pada periode ini profesi akuntan publik terus berkembang seiring dengan berkembangnya dunia usaha dan pasar modal di Indonesia. Walaupun demikian, masih banyak kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para usahawan dan akademisi. Namun, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah:

  • Tumbuhnya pasar modal
  • Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non- bank.
  • Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia
  • Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian

Pada awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah (Dirjen Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha tersebut, Olson pada tahun 1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan yang harus diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:

  • Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat
  • Makin baiknya transportasi dan komunikasi
  • Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik
  • Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua.

Dampak yang akan timbulkan dari konsekuensi perkembangan akuntansi :

  • Kebutuhan dalam upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
  • Kebutuhan pada tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuan.
  • Kebutuhan terhadap standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit.
  1. Contoh Kasus Prinsip Etika Profesi Akuntansi :

Kredit Macet Rp 52 Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat

Selasa, 18 Mei 2010 | 21:37 WIB

JAMBI, KOMPAS.com – Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet.

Hal ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut.

Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu, Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI.

Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. “Ada empat kegiatan laporan keuangan milik Raden Motor yang tidak masuk dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga menjadi temuan dan kejanggalan pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit macet tersebut,” tegas Fitri.

Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus tersebut di Kejati Jambi.

Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor ada data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak lengkap oleh akuntan publik.

Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan menetapkan siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya.

Sementara itu pihak penyidik Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum mau memberikan komentar banyak atas temuan keterangan hasil konfrontir tersangka Effendi Syam dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik tersebut.

Kasus kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu terungkap setelah kejaksaan mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak Kejati Jambi baru menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor yang mengajukan pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari BRI yang saat itu menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan kredit.

OPINI :

Dalam kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu) sudah melanggar prinsip kode etik yang ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah melanggar beberapa prinsip kode etik diantaranya yaitu :

  • Prinsip integritas : Akuntan Publik (Biasa Sitepu) telah bersikap tidak jujur dalam menjalankan profesinya sebagai akuntan publik, sehingga merugikan pihak lain.
  • Prinsip obyektivitas : Akuntan bersedia untuk melakukan manipulasi laporan keuangan dengan mungkin menerima imbalan tertentu, artinya akuntan bekerja bukan berdasarkan objek melainkan berdasarkan subjek yang dapat memberikan keuntungan pribadinya
  • Prinsip perilaku profesional : Akuntan tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya sebagai akuntan publik dan telah melanggar etika profesi.
  • Prinsip tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya Akuntan tidak mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga melakukan kecurangan yang menimbulkan ketidakpercayaan terhadap masyarakat.

Kesimpulan :

Seharusnya akuntan publik menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik yang berlaku, sehingga tidak perlu terjadi kecurangan yang dapat menjeratnya ke arah hukum dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja yang dimiliki.

By lubnafairuz

Jawaban Kelompok 3

  1. Berbeda, Etika profesi berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah dilakukan seseorang sehingga sangatlah perlu untuk menjaga profesi dikalangan masyarakat atau terhadap konsumen (klien atau objek). Etika profesi adalah sebagai sikap hidup untuk memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dari klien dengan keterlibatan dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para anggota masyarakat yang membutuhkannya dengan disertai refleksi yang seksama. Sedangkan Etika kerja adalah sistem nilai atau norma yang digunakan oleh seluruh karyawan perusahaan, termasuk pimpinannya dalam pelaksanaan kerja sehari-hari.
  2. Kritis berarti semua pernyataan, semua afirmasi harus mempunyai dasar yang cukup kuat. Orang yang bersifat kritis ingin mengerti betul-betul ingin menyelami sesuatu dengan seluk-beluknya dan dasar-dasarnya. Metodis berarti bahwa dalam proses berfikir dan menyelidiki orang itu menggunakan suatu cara tertentu. Sistematis berarti bahwa pemikir ilmiah dalam prosesnya itu dijiwai oleh suatu ide yang menyeluruh dan menyatukan, sehingga pikiran-pikiran dan pendapat-pendapat tidak tanpa hubungan, melainkan merupakan suatu kesatuan.
  3. Masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa akuntan di Indonesia. Contohnya dalam pelaksanaan masih banyak yang mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan klien. Beberapa akuntan public yang melanggar aturan pun diberikan sanksi dari menteri sesuai dengan undang-undang seperti pembekuan izin akuntan publik.
  4. Etika deontologis adalah teori filsafat moral yang mengajarkan bahwa sebuah tindakan itu benar kalau tindakan tersebut selaras dengan prinsip kewajiban yang relevan untuknya. Akar kata Yunani deon berarti ‘kewajiban yang mengikat’ dan logos berarti “pengetahuan”. Istilah “deontology” dipakai pertama kali oleh C.D. Broad dalam bukunya Five Types of Ethical Theory. Etika deontologis juga sering disebut sebagai etika yang tidak menganggap akibat tindakan sebagai faktor yang relevan untuk diperhatikan dalam menilai moralitas suatu tindakan. Etika ini sangatlah penting bagi para akuntan. Karena setiap sikap atau perbuatannya dilakukan berdasarkan kewajiban, bertindak sesuai dengan kewajiban di sebut legalitas. Dengan legalitas para akuntan memenuhi norma hukum.
    • Kelemahan:
    • Tidak mampu memecahkan konflik-konflik kepentingan
    • Bersifat sewenang-wenang
    • Pembenaran atas timbulnya rasisme
    • Tidak mengutamakan kemurahan hati karena mengejar kepentingan diri sendiri.
    • Peraturan bersifat individualistik
    • Nilai masyarakat tidak dapat dipupuk

    Kelebihan:

    • Dapat membantu dalam mencapai matlamat sendiri
    • Membantu sesuatru tanpa bantuan orang lain
    • Kepuasan sendiri dapat dicapai
    • Membantu dalam membina keyakinan dan prinsip sendiri yang kuat
By lubnafairuz